
Sebanyak 142 negara setuju dengan Deklarasi New York terkait Palestina-Israel. Hal ini berdasarkan hasil pemungutan suara Majelis Umum Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang digelar Jumat (12/9) di New York.
Deklarasi New York membahas penyelesaian damai atas masalah Palestina dan implementasi two-state solution. Deklarasi ini ditandatangani dalam Konferensi Tingkat Tinggi PBB yang digelar Prancis dan Arab Saudi di Markas Besar PBB, New York.
Indonesia menjadi salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi tersebut.
Dikutip dari AFP, Deklarasi New York diajukan oleh Prancis dan Arab Saudi. Dalam pemungutan suara Majelis Umum PBB, terdapat 10 suara yang menolak dan 12 suara abstain. Israel dan Amerika Serikat (AS) merupakan dua negara yang menolak deklarasi tersebut.
"Fakta bahwa Majelis Umum akhirnya mendukung teks yang mengutuk Hamas secara langsung merupakan hal yang signifikan," kata Direktur PBB di International Crisis Group, Richard Gowan, dikutip dari AFP.
"Sekarang setidaknya negara-negara yang mendukung Palestina dapat menepis tuduhan Israel bahwa mereka secara implisit membenarkan Hamas," tambahnya.
Hasil pemungutan suara itu disambut baik oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron. Dalam keterangannya di X, ia mengatakan ini menjadi jalan menuju perdamaian di Timur Tengah.
"Masa depan yang berbeda mungkin terjadi. Dua bangsa, dua negara: Israel dan Palestina, hidup berdampingan dalam damai dan aman," tulis Macron di X.
Deklarasi

Dalam dokumen deklarasi yang diterima kumparan pada Juli 2025, negara-negara yang menandatangani deklarasi menyatakan perang di Gaza harus segera diakhiri. Semua peserta mendukung upaya negosiasi gencatan senjata dan mendorong agar kesepakatan dapat segera dicapai.
"Yang mengarah pada penghentian permusuhan secara permanen, pembebasan semua sandera, pertukaran tahanan Palestina, pengembalian semua jenazah, penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza, serta menegaskan tekad kami untuk bertindak demi tercapainya tujuan-tujuan ini. Dalam konteks ini, Hamas harus membebaskan semua sandera," isi deklarasi itu dikutip Kamis (31/7).
Mereka juga menyepakati bahwa Gaza adalah bagian integral dari negara Palestina dan harus disatukan dengan Tepi Barat.
"Tidak boleh ada pendudukan, pengepungan, pengurangan wilayah, atau pemindahan paksa," lanjutnya.
Sementara untuk pemerintahan, penegakan hukum, dan keamanan di seluruh wilayah Palestina harus di bawah kendali Otoritas Palestina. Dalam konteks ini, Hamas didesak untuk mengakhiri kekuasaannya di Gaza dan menyerahkan senjatanya kepada Otoritas Palestina.
"Kami menyambut baik kebijakan 'Satu Negara, Satu Pemerintahan, Satu Hukum, Satu Senjata' dari Otoritas Palestina dan menjanjikan dukungan kami terhadap implementasinya, termasuk melalui proses DDR yang diperlukan yang harus diselesaikan dalam mekanisme yang disepakati dengan mitra internasional dan kerangka waktu yang ditetapkan," ungkap deklarasi itu.

"Dalam konteks mengakhiri perang di Gaza, Hamas harus mengakhiri kekuasaannya di Gaza dan menyerahkan senjatanya kepada Otoritas Palestina, dengan keterlibatan dan dukungan internasional, sejalan dengan tujuan negara Palestina yang berdaulat dan merdeka," lanjutnya.
Negara-negara itu juga mendukung rencana Arab-OKI untuk pemulihan dan rekonstruksi awal di Jalur Gaza, dan memastikan warga Palestina tetap berada di tanah mereka.
"Kami mendorong semua negara dan mitra regional dan internasional dalam hal ini untuk berpartisipasi aktif dalam Konferensi Pemulihan dan Rekonstruksi Gaza yang akan segera diadakan di Kairo," tuturnya.
Lebih lanjut, Israel didesak untuk mengeluarkan komitmen publik yang jelas terhadap two-state solution. Komitmen yang dimaksud di antaranya segera menghentikan kekerasan terhadap Palestina dan menghentikan semua kegiatan pemukiman, perampasan tanah, hingga pencaplokan wilayah Palestina yang diduduki.
"Menolak secara terbuka proyek pencaplokan atau kebijakan pemukiman apa pun dan mengakhiri kekerasan para pemukim, termasuk dengan mengimplementasikan resolusi 904 DK PBB, dan memberlakukan undang-undang untuk menghukum dan menghalangi para pemukim yang melakukan kekerasan dan tindakan ilegal mereka," pungkasnya.