KOMISI untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau Kontras menilai pemberian gelar kehormatan kepada tokoh-tokoh yang memiliki catatan kontroversial mengirim sinyal negatif kepada masyarakat. Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras Jane Rosalina mengatakan pemberian gelar jenderal kehormatan Sjafrie Sjamsoeddin dan pangkat kehormatan bintang tiga Chairawan Kadarsyah Kadirussalam Nusyirwan menunjukkan bahwa sejarah pelanggaran HAM atau keterlibatan dalam operasi militer represif di masa lalu tidak menjadi pertimbangan serius dalam proses politik saat ini.
“Pemberian pangkat kehormatan kepada mereka tidak hanya mencederai keadilan bagi para korban dan keluarganya, tapi juga tidak memiliki dasar hukum yang jelas,” kata Jane ketika dihubungi pada Ahad, 17 Agustus 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Jane menjelaskan dalam kerangka regulasi seperti Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit Tentara Nasional Indonesia, tidak ada ketentuan eksplisit yang memungkinkan pemberian pangkat kehormatan kepada purnawirawan yang telah lama pensiun. Sedangkan UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan juga tidak mengatur secara spesifik mengenai gelar jenderal kehormatan.
“Hal ini memperlihatkan adanya penyelewengan prosedur dan kekosongan hukum yang dimanfaatkan untuk kepentingan politik atau simbolis semata,” ujar Jane.
Dalam konteks reformasi militer setelah Orde Baru, Jane berpendapat langkah seperti itu justru mengembalikan praktik-praktik lama yang mempolitisasi institusi militer dan mengabaikan proses penegakan HAM yang seharusnya menjadi prioritas negara.
Pada Ahad, 10 Agustus 2025, Presiden Prabowo Subianto memberikan pangkat kehormatan untuk sejumlah purnawirawan TNI. Penganugerahan itu diberikan dalam Upacara Gelar Pasukan Operasional dan Kehormatan Militer di Batujajar, Bandung, Jawa Barat. Sjafrie Sjamsoeddin mendapat kenaikan pangkat bintang empat dan Chairawan mendapat pangkat bintang tiga. Adapun kedua individu ini memiliki rekam jejak yang dinilai kontroversial.
Sjafrie disebut dalam berbagai laporan investigatif seperti Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Mei 1998 dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam pelanggaran HAM berat, seperti peristiwa Mei 1998 dan operasi militer di Timor Timur, Aceh, dan Papua. Sementara Chairawan adalah eks Komandan Tim Mawar, unit yang bertanggung jawab atas penculikan dan penghilangan aktivis pro demokrasi 1997-1998.
“Ini memperkuat narasi bahwa keadilan bagi korban pelanggaran HAM tidak lagi menjadi prioritas, dan memperburuk luka sejarah yang belum selesai,” kata Jane.
Ia mengingatkan bahwa klaim hak prerogatif tidak dapat dijadikan tameng untuk mengesampingkan prinsip-prinsip demokrasi, HAM dan supremasi hukum. Menurut dia, praktik ini hanya akan memperkuat budaya impunitas dan semakin menjauhkan negara dari semangat reformasi yang telah diperjuangkan sejak 1998.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Mayor Jenderal TNI (Purn) Tubagus Hasanuddin tidak mempermasalahkan pemberian pangkat kehormatan oleh Presiden Prabowo kepada sejumlah purnawirawan TNI. Anggota Komisi I DPR itu menegaskan pemberian pangkat kehormatan merupakan hak prerogatif Prabowo sebagai presiden.
“Sebagai hak prerogratif presiden memberikan penghargaan kepada mantan-mantan prajurit yang beliau kenal, ya kenapa tidak?” kata Hasanuddin pada Selasa, 12 Agustus 2025, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Ia menyebut hak prerogatif seorang presiden beragam. Misalnya pemberian amnesti untuk sebuah tindak pidana. “Jangankan hanya memberikan pangkat dari bintang tiga, bintang empat, presiden juga punya hak untuk misalnya amnesti dan abolisi,” ujar TB Hasanuddin.
Menyitir keterangan resmi di laman Kementerian Sekretariat Negara, gelar jenderal kehormatan yang dianugerahkan Prabowo merupakan pengakuan negara atas pengabdian dan prestasi "luar biasa" dalam menjalankan tugas di bidang pertahanan dan keamanan. Penerimanya merupakan tokoh yang dianggap telah berkontribusi kepada negara dan berhasil dalam setiap penugasan operasi dalam karier militernya.