Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, menyebut sistem pendidikan di Indonesia sudah ketinggalan zaman dan tidak lagi relevan. Kritik itu ia sampaikan saat menjadi pembicara dalam forum ASEAN for the Peoples Conference di The Sultan Hotel, Jakarta, pada Ahad, 6 Oktober 2025.
Dalam kesempatan tersebut, Anies mulanya ditanya oleh seorang moderator mengenai reformasi pendidikan seperti apa yang harus dilakukan guna mencapai target menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke empat pada 2045.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Mantan calon presiden di Pilpres 2024 ini lantas menjawab ada dua hal yang menjadi catatannya atas penyelenggaraan pendidikan di tanah air. Pertama, sistem pendidikan yang digunakan Indonesia saat ini sudah kuno. Di mana sistem, kurikulum, cara mengajar guru, bahkan tata ruang kelas masih menggunakan pola lama.
"Kita memiliki anak-anak abad ke-21. Namun, sistem sekolah kita masih beroperasi dengan pola pikir abad ke-20," kata dia dalam bahasa Inggris.
Anies melanjutkan, sistem pendidikan yang saat ini diterapkan di Indonesia merupakan sistem yang dirancang untuk era industri. Ciri utama pendidikan di era itu ialah pembelajaran yang menekankan pada perintah, hafalan, dan keseragaman.
Menurut dia, sistem ini tidak cocok diterapkan di zaman serba digital seperti saat ini. "Sistem ini belum dirancang untuk era jaringan digital dan perubahan yang sangat cepat seperti sekarang," kata dia.
Masalah kedua, Anies berpandangan pendidikan di Indonesia masih dibelenggu oleh sederet ketimpangan akses. Baik antara anak yang tinggal di kota dan di daerah, maupun antara anak dari keluarga kaya dan dari keluarga miskin.
Bukan hanya ketimpangan akses terhadap guru, fasilitas, dan sekolah semata, menurut Anies, yang paling menjadi masalah adalah ketimpangan akses atas peluang untuk bermimpi dan membayangkan masa depan.
Anies lantas membagikan pengalamannya ketika berkunjung ke daerah dan berbicara dengan anak-anak dari keluarga miskin. Ia kerap bertanya tentang mimpi dan cita-cita mereka. Menurut Anies, hampir dapat dipastikan jawaban anak dari keluarga miskin itu jauh berbeda dengan jawaban dari anak yang tumbuh berkecukupan atau tinggal di kota.
Sebabnya, akses anak dari keluarga miskin terhadap pengetahuan di luar kehidupan yang mereka jalani terbatas. Sehingga imajinasi dan mimpi mereka pun tidak jauh dari itu. "Jika siswa tidak mengetahui apa itu pilot, maka mereka tidak mungkin punya mimpi untuk jadi pilot," tutur Anies mencontohkan.
Berangkat dari dua analisa tersebut, Anies meyakini langkah Indonesia untuk menjadi negara dengan ekonomi terbesar pada 2045 bisa dimulai dari membenahi kedua masalah tersebut. "Pertama, mereformasi sistem sekolah kita dari pola pikir abad ke-20 menjadi pola pikir abad ke-21, dan kedua, mengatasi bukan hanya kesenjangan keterampilan, tetapi juga kesenjangan imajinasi."