
UNIVERSITAS Syiah Kuala (USK) melalui Fakultas Kedokteran (FK) berkomitmen melahirkan tenaga kesehatan yang menjunjung tinggi empati dan inklusivitas.
Hal itu diwujudkan melalui kegiatan edukatif bertajuk SAFE (Stigma, Awareness, Facts, Empathy), yang fokus membahas isu kompleks HIV/AIDS dan kelompok rentan (LGBT) dari perspektif mahasiswa kedokteran.
Kegiatan tersebut dilaksanakan oleh Dokter Muda Stase Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) FK USK bersama mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2022. Ini merupakan bagian dari pembelajaran berbasis komunitas yang holistik (menyeluruh).
Ketua Panitia SAFE, M. Zahrul Rahmatillah, S.Ked, pada Senin (6/10) mengatakan hal itu bertujuan untuk mengatasi tingginya stigma dan diskriminasi, bahkan yang masih ada di kalangan tenaga kesehatan.
"SAFE bukan hanya tentang ilmu medis, tapi juga tentang bagaimana kita memahami pasien dari sisi psikologis, sosial, hingga spiritual. Kami ingin mahasiswa tidak hanya cerdas secara klinis, tetapi juga sadar akan nilai-nilai kemanusiaan dalam praktik kedokteran" kata Ketua M. Zahrul Rahmatillah.
Kegiatan ini dibuka oleh Dr. dr. Teuku Renaldi, M.K.M. dan Dr. Rina Suryani Oktari, S.Kep., M.Si (Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan FK USK). Ini terkait mengintegrasikan keilmuan medis dan pemahaman sosial-keagamaan.
Sesi utama kegiatan dikemas dalam bentuk talkshow edukatif yang menghadirkan narasumber lintas bidang antara lain adalah dr. Suheir Muzakir, Sp.PD. Dia Memaparkan aspek medis komprehensif tentang HIV/AIDS, mulai dari pencegahan hingga pengobatan terkini.
Lalu Dr. Haiyun Nisa, S.Psi., M.Psi., adalah Psikolog yang Membahas dampak psikologis dialami Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan pentingnya dukungan mental.
Berikutnya ada juga Teuku Azhar Ibrahim, Lc., M.Sos yang mengangkat tentang peran nilai keagamaan dalam membentuk pola pikir sehat, bebas stigma, dan bertanggung jawab.
Departemen IKM FK USK menegaskan bahwa SAFE adalah upaya nyata mewujudkan visi pendidikan kedokteran berbasis humanisme. Program ini mengusung enam tujuan utama, termasuk meningkatkan pengetahuan klinis, mengurangi stigma, serta menanamkan nilai-nilai etika dan empati dalam pelayanan kesehatan.
"Dokter masa depan harus menjadi agen perubahan. Bukan hanya menyembuhkan secara fisik, tetapi juga menjadi pelindung dan pendamping pasien dalam setiap kondisi sosial. Pendekatan ini memastikan pelayanan kesehatan yang adil, inklusif, dan bebas prasangka" kata Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan FK USK, Rina Suryani Oktari,
Adapun sedia terakhir kegiatan ini dilakukan diskusi aktif dan kuis berhadiah. Guna memperkuat pemahaman mahasiswa tentang pentingnya bertindak tanpa prasangka dan menjadikan empati sebagai landasan profesi kedokteran. (H-1)