
EKS Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Purnomo Harahap menegaskan pentingnya percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
Menurutnya, regulasiakan menjadi instrumen efektif untuk meminimalisir fenomena flexing atau pamer kekayaan yang kerap dilakukan pejabat maupun keluarganya. “Undang-Undang Perampasan Aset akan meminimalisir terjadinya flexing yang dilakukan para pejabat dan keluarganya, entah istri, anak, maupun menantunya,” ujar Yudi saat dikonfirmasi pada Selasa (10/9).
Flexing Biasanya Terkait Harta Tidak Wajar
Yudi menjelaskan, praktik flexing biasanya berkaitan erat dengan harta yang tidak wajar atau aset yang diperoleh dari tindak pidana. Melalui RUU Perampasan Aset, katanya, negara akan memiliki dasar hukum untuk menyita dan merampas harta yang tidak sesuai dengan profil kekayaan pejabat.
“Flexing itu kan selalu terkait dengan aset atau perjalanan mewah yang tidak sesuai dengan profil pejabat negara. Nah, RUU ini bisa menjadi solusi karena menyasar harta yang tidak wajar maupun yang berasal dari tindak pidana,” tegasnya.
Ia menambahkan, mekanisme perampasan aset yang lebih kuat akan membuat pejabat maupun keluarganya berpikir ulang sebelum memamerkan kekayaan yang diragukan asal-usulnya. “Kalau regulasi ini disahkan, mereka tidak akan leluasa lagi menunjukkan kekayaan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan sumbernya,” ungkap Yudi.
Sebab itu, ia menekankan pengesahan RUU Perampasan Aset sudah mendesak. “Itulah sebabnya undang-undang ini sangat penting untuk segera disahkan,” pungkasnya. (M-1)