
UPAYA pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) di Indonesia yang tengah digalakkan pemerintah, menghadapi berbagai hambatan. Tingginya tingkat ketergantungan terhadap energi fosil menjadi salah satu tantangan tersendiri.
"EBT sangat potensial dikembangkan dalam rangka menuju ketahanan energi melalui konsep energi hijau. Namun ada banyak tantangan yang dihadapi dalam pengembangan EBT di Indonesia termasuk di Kalsel," ungkap Kepala Bidang Energi Dinas ESDM Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), Endarto, Senin (6/10).
Tantangan dimaksud meliputi infrastruktur yang belum memadai, biaya investasi pengembangan EBT sangat besar. Kemudian hambatan regulasi dan kebijakan pusat dan daerah. "Tantangan tersendiri justru disebabkan tingginya ketergantungan pada energi fosil dan Kalsel dengan cadangan berlimpah sekaligus penghasil utama bahan baku utama energi fosil yaitu batubara," papar Endarto.
Demikian dengan isu-isu sosial di lapangan juga dapat mempengaruhi upaya pengembangan EBT. Meski banyak hambatan dan tantangan, pemerintah dikatakan Endarto, terus mendorong pembangunan EBT sebagai energi alternatif guna mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil batubara dan minyak bumi. Berdasarkan data Dinas ESDM, Kalsel memiliki cadangan batubara cukup besar mencapai 3,6-12 miliar ton yang menyumbang sekitar 11,26% total cadangan batubara nasional.
Produksi batubara Kalsel rata-rata sebesar 150 juta ton pertahun. Selain batubara terdapat juga cadangan minyak bumi yang sudah dieksploitasi sejak jaman Belanda. Serta gas bumi dan coal bad methane (CBM). Sementara potensi EBT di Kalsel cukup beragam meliputi angin, air, matahari hingga biogas dan biomassa, dengan potensi energi dihasilkan sebesar 3.270 megawatt. Pelan tapi pasti bauran energi di Kalsel terus bertumbuh dimana pemanfaatan, PLTS, biogas dan biomassa semakin banyak digunakan. Hingga 2024 bauran energi Kalsel terdiri dari minyak bumi 64,01 persen, batubara 24,02 dan EBT 11,96 persen.
Dalam Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Kalsel, pemanfaatan EBT sudah mulai diterapkan antara lain untuk penambahan trayek dan armada angkutan massal BRT Banjarbakula, PJUTS dan PLTS atap. Adapula pemanfaatan biomassa dan biogas oleh pabrik kelapa sawit (PKS) untuk energi listrik dan bahan bakar pabrik. Pembangunan PLTS berkapasitas 19,7 megawatt oleh PT Indocemen Tunggal Perkasa bekerjasama dengan PLN. Studi kelayakan potensi sampah menjadi energi dan rencana pembangunan PLTB (tenaga angin) berkapasitas di wilayah Kabupaten Tanah Laut.
Kalsel Menuju Merdeka Energi Listrik
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan bersama PLN Unit Induk Distribusi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah terus memperkuat sinergi mendorong pemerataan energi kelistrikan di wilayah tersebut, menuju merdeka listrik atau rasio elektrifikasi 100 persen, termasuk pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT). General Manager PLN UID Kalselteng, Ahmad Syauki menegaskan PLN berkomitmen untuk memberikan akses listrik kepada seluruh masyarakat Kalsel, hingga ke daerah terpencil.
"Kolaborasi bersama Dinas ESDM merupakan langkah strategis menghadirkan energi bagi seluruh masyarakat, serta mendukung pengembangan potensi energi baru terbarukan,” ujarnya.
Sejauh ini rasio elektrifikasi di Kalsel telah mencapai 99,22 persen atau 2.001 dari 2.016 desa. "Ini mencerminkan keberhasilan PLN dalam pasokan listrik bagi masyarakat, termasuk di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal). Meski angka ini sudah tinggi, PLN berkomitmen mencapai rasio elektrifikasi 100 persen," ujarnya. PLN optimis capaian rasio elektrifikasi akan menjadi 100 persen pada 2027 di seluruh wilayah Kalsel dan Kalteng. (H-3)