
Pemerintah telah menyalurkan Kredit Usaha Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) senilai Rp 30,73 miliar per 19 Agustus 2025. Dana tersebut disalurkan kepada 43 debitur, dengan penyaluran terbesar berasal dari Bank Sulselbar sebesar Rp 17,85 miliar.
Hingga saat ini, sektor pertanian masih dibayangi stagnasi produktivitas, minimnya investasi, serta rendahnya regenerasi petani yang berpotensi mengganggu ketahanan pangan.
Di sisi lain, industri padat karya seperti makanan dan minuman, tekstil, garmen, alas kaki, hingga furnitur menghadapi tekanan akibat persaingan global dan melemahnya permintaan ekspor.
Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha BUMN Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian, Ferry Irawan, memastikan bahwa pemerintah meluncurkan dua skema pembiayaan prioritas untuk memperkuat sektor produktif tersebut.
“Pemerintah meresponsnya dengan meluncurkan dua skema prioritas yakni Kredit Usaha Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) untuk memperkuat mekanisasi dan produktivitas pertanian, serta Kredit Industri Padat Karya (KIPK) untuk menopang modal kerja, menjaga daya saing industri, dan mempertahankan lapangan kerja di daerah,” jelas Ferry melalui keterangan tertulis, dikutip Kamis (21/8).
Kemenko Bidang Perekonomian berkomitmen untuk mengoptimalkan penyaluran kredit Alsintan yang telah diatur dalam Permenko Nomor 3 Tahun 2025, serta perubahan terakhir melalui Permenko Nomor 6 Tahun 2025 tentang pedoman pelaksanaannya. Selain itu, Kemenko juga mengadakan sosialisasi Permenko Nomor 4 Tahun 2025 yang mengatur Kredit Industri Padat Karya (KIPK).
Kredit Alsintan dan KIPK sendiri merupakan dua skema pembiayaan yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM. Komite tersebut juga berperan dalam mengkoordinasikan berbagai skema pembiayaan sektor produktif lainnya, seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), KUR Tebu Rakyat, hingga Kredit Program Perumahan.

“Beberapa strategi yang dilakukan untuk mengoptimalkan penyaluran Kredit Alsintan antara lain menyesuaikan kebijakan Kredit Alsintan berdasarkan potensi daerah, menyediakan edukasi dan literasi keuangan terkait Kredit Alsintan pemanfaatan teknologi digital, penguatan kolaborasi antara Pemerintah Daerah dan lembaga keuangan penyalur, serta monitoring dan evaluasi berkelanjutan pelaksanaan penyaluran Kredit Alsintan,” ungkap Ferry.
Melalui skema ini, pemerintah berharap Kredit Alsintan dapat memperkuat mekanisasi pertanian, meningkatkan efisiensi produksi, dan mendukung upaya swasembada pangan. Sementara itu, KIPK ditujukan untuk membantu industri padat karya seperti makanan-minuman, tekstil, garmen, alas kaki, hingga furnitur dalam menjaga keberlangsungan usaha dan lapangan kerja.
Adapun pemerintah telah menetapkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 34 Tahun 2025 pada 14 Agustus 2025 mengenai kriteria penerima KIPK. Dalam aturan tersebut, penerima KIPK adalah individu maupun badan usaha yang bergerak di sektor industri padat karya. Sektor yang dimaksud mencakup industri makanan dan minuman, tekstil, pakaian jadi, kulit, alas kaki, furnitur, serta mainan anak.
Program KIPK diberikan untuk mendukung kebutuhan pembiayaan, termasuk revitalisasi mesin produksi guna meningkatkan produktivitas. Skema pinjaman memungkinkan debitur memperoleh plafon di atas Rp 500 juta hingga Rp 10 miliar dalam satu kali pinjaman, dengan beban bunga yang ditanggung penerima hanya sebesar selisih antara biaya bunga penyalur dengan subsidi bunga pemerintah sebesar 5 persen.
Provinsi Jawa Barat menjadi salah satu daerah utama penopang perekonomian nasional. Pada triwulan II tahun ini, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat mencapai 5,23 persen, lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 5,12 persen.
Daerah ini merupakan pusat industri manufaktur, terutama makanan-minuman, tekstil, pakaian jadi, kulit-alas kaki, hingga furnitur. Sektor-sektor tersebut juga menyerap jutaan tenaga kerja padat karya.
Dari sisi pembiayaan, Jawa Barat konsisten masuk tiga besar provinsi dengan penyaluran KUR tertinggi. Hingga 11 Agustus 2025, realisasi penyaluran KUR di Jawa Barat mencapai Rp 16,89 triliun dengan jumlah debitur sekitar 315 ribu, terbesar berasal dari Kabupaten Bogor.
Secara nasional, hingga periode yang sama, penyaluran KUR tercatat Rp 162,62 triliun atau 56,57 persen dari target tahun 2025 sebesar Rp 287,47 triliun, dan telah diberikan kepada 2,79 juta debitur.