
SIDANG lanjutan kasus kecelakaan lalu lintas yang menewaskan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Argo Ericko Achfandi, dengan terdakwa Christiano Pangarapenta Pangindahan Tarigan, kembali digelar di Pengadilan Negeri Sleman, Rabu (8/10).
Majelis hakim menghadirkan empat saksi, termasuk ayah kandung Christiano, Setiabudi Tarigan, serta beberapa rekan dan kerabat terdakwa. Majelis hakim juga mendengarkan keterangan Christiano mengenai kronologi kejadian.
Christiano mengaku telah berupaya mengerem mobil sebelum tabrakan terjadi. Namun, jarak yang terlalu dekat dan manuver tiba-tiba pengendara motor membuat kecelakaan tidak dapat dihindari.
“Awalnya motor dan mobil masih berjarak sekitar 10 meter. Sekitar lima meter sebelum tabrakan, motor tiba-tiba berbalik arah tanpa menyalakan lampu sein. Saya sudah menginjak rem, tapi tidak sempat membunyikan klakson,” kata Christiano.
Ia menuturkan, malam itu baru pulang dari bermain biliar di kawasan Condongcatur dan berencana menuju restoran Eskala di Jalan Palagan. “Rute yang saya ambil dari kos menuju Ringroad Utara, lalu ke Jalan Kaliurang, dan belok kanan di perempatan Monjali menuju Jalan Palagan,” ujarnya.
Menurut dia, kondisi jalan saat itu cukup sepi dengan penerangan memadai. Di depannya tampak sepeda motor Vario putih yang belakangan diketahui dikendarai korban. “Ada juga SUV gelap parkir di arah selatan, sementara di seberang jalan ada CR-V yang juga sedang parkir,” ujarnya.
Sesaat sebelum tabrakan, ia mengaku melihat motor korban menghindari SUV yang sebagian bodinya menjorok ke badan jalan.
“Airbag langsung pecah, mata saya sempat berkunang. Setelah itu saya keluar dari mobil dan melihat posisi korban yang terlentang di belakang mobil,” katanya.
Christiano menuturkan, ia sempat memeriksa kondisi korban. “Saya dekatkan jari ke mulut korban, masih terasa napasnya. Saya panggil, tapi tidak ada respons,” ujarnya.
Dalam persidangan, juga dibacakan percakapan WhatsApp antara Christiano dan ayahnya, Setiabudi, sesaat setelah kejadian.
“Ternyata ada puluhan panggilan tak terjawab dari Ano. Ia menulis, ‘Pa aku takut, Pa. Kalau orangnya kenapa-kenapa gimana’, dan saya balas, ‘Sudah terjadi nak. Semoga Tuhan ampuni dosa-dosa kamu,” kata Setiabudi menirukan isi pesan.
Dalam percakapan itu, Setiabudi menekankan supaya Ano bertanggung jawab. “Jangan lari dari tanggung jawab. Harus hadapi dengan gentleman. Semoga keluarga korban mau berdamai,” pesannya di aplikasi Whatsapp.
Kuasa hukum Diana menjelaskan, Christiano seharusnya menjalani program pertukaran pelajar di Groningen, Belanda. Namun rencana itu batal karena Christiano harus menghadapi proses hukum.
“Christiano bahkan terpaksa mengundurkan diri dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM karena kasus ini,” ujarnya.
Diana menegaskan, Christiano bukan anak pejabat seperti yang sempat beredar di media sosial. “Ayahnya adalah anggota direksi perusahaan swasta, bukan pejabat negara,” katanya.
Salah satu saksi lainnya, Ersa Sonny Putra Simamora, yang merupakan kakak sepupu terdakwa, mengungkapkan bahwa keluarga juga telah berupaya hadir dalam acara tahlilan dan sempat bertemu dengan keponakan dari ibunda Argo. Dalam kesempatan itu, keluarga menyampaikan permohonan maaf secara langsung.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembacaan tuntutan jaksa. (M-3)