WAKIL Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Dave Laksono mengatakan Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) belum secara resmi masuk ke DPR untuk dibahas. Karena itu, ia meminta publik tidak terburu-buru menilai isi rancangan tersebut yang saat ini beredar di ruang publik.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
“Hingga saat ini, RUU KKS belum secara resmi masuk ke DPR untuk dibahas. Dengan belum dimulainya pembahasan formal, maka seluruh isi dan ketentuan dalam draf tersebut masih bersifat awal dan belum memiliki landasan pembahasan yang sah,” kata Dave dalam keterangan tertulis pada Selasa, 7 Oktober 2025.
Ia menyebut kekhawatiran terhadap sejumlah rumusan dalam draf tersebut, termasuk peran institusi tertentu dalam penegakan hukum siber, perlu ditempatkan dalam konteks yang proporsional. “Ketika RUU tersebut masuk ke DPR, seluruh substansi akan dikaji secara komprehensif dan terbuka, dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan secara konstruktif dan transparan,” ujar dia.
Pernyataan Dave menanggapi kritik Koalisi Masyarakat Sipil terhadap draf RUU KKS yang disusun pemerintah, saat ini berada di Kementerian Hukum. Dalam pernyataan bersama pada Jumat, 3 Oktober 2025, koalisi menilai rancangan tersebut mengandung masalah serius dan berpotensi mengancam demokrasi serta negara hukum.
Salah satu sorotan utama adalah Pasal 56 ayat (1) huruf d yang memberi kewenangan kepada Tentara Nasional Indonesia sebagai penyidik pidana siber. Koalisi yang terdiri dari Raksha Initiatives, Centra Initiative, Imparsial, dan De Jure menilai pelibatan militer dalam ranah penegakan hukum bertentangan dengan Pasal 30 ayat (3) UUD 1945 dan prinsip supremasi sipil.
“Intervensi militer dalam urusan sipil semakin besar sehingga berpotensi mencederai kebebasan warga,” tulis Direktur Kebijakan Publik Raksha Initiatives Wahyudi Djafar pada Jumat, 3 Oktober 2025.
RUU KKS telah masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2026 bersama 67 rancangan undang-undang lainnya sejak 23 September 2025. Sejumlah RUU dalam daftar itu merupakan lanjutan dari prioritas 2025 jika pembahasannya belum rampung tahun ini.
Dave menganggap pentingnya pelibatan publik dalam pembahasan rancangan undang-undang tersebut. Ia mengatakan proses penyusunan RUU KKS harus dijaga agar tetap terbuka dan partisipatif, serta menjadi instrumen yang memperkuat ketahanan siber nasional tanpa mengorbankan kebebasan sipil dan tata kelola hukum yang adil. Ia juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terlibat aktif dalam proses pembahasannya.