
SEJUMLAH gubernur yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) meminta agar Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa tidak memangkas transfer daerah (TKD) secara besar-besaran. Gubernur Aceh Muzakir Manaf menegaskan pemangkasan TKD akan berdampak besar terhadap kemampuan daerah menjalankan program pembangunan.
“Kami semua mengusulkan supaya anggaran tidak dipotong. Karena itu akan menjadi beban semua di provinsi masing-masing," ujarnya usai bertemu dengan Menkeu Purbaya di Jakarta, Selasa (7/10).
Ia mengatakan Aceh berpotensi mengalami pemotongan TKD hingga 25%, sementara di sejumlah provinsi lain bahkan bisa mencapai 35%. Kondisi ini, sebut dia, dikhawatirkan akan menghambat pelaksanaan berbagai program prioritas di daerah.
Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Maluku Utara Sherly Laos mengungkapkan, daerahnya mengalami penurunan signifikan dalam alokasi dana transfer. Total dana transfer dari pusat ke Maluku Utara tahun 2025 sekitar Rp10 triliun, namun pada 2026 hanya tersisa Rp6,7 triliun. Artinya, ada pemotongan sekitar Rp3,5 triliun.
"Dan potongan terbesar terjadi pada Dana Bagi Hasil (DBH) yang mencapai 60%,” jelas Sherly.
Ia menegaskan para gubernur sepakat menyuarakan keberatan atas kebijakan ini dan meminta pemerintah pusat mempertimbangkannya kembali. Menurut mereka, dengan perencanaan dana transfer yang terbatas, sebagian besar anggaran akan terserap untuk belanja rutin, sementara belanja infrastruktur seperti jalan dan jembatan akan sangat tertekan
"Belanja infrastruktur, seperti untuk jalan, jembatan itu menjadi berkurang. Sehingga, kami minta untuk jangan ada pemotongan dana transfer ke daerah," imbuhnya.
Alokasi anggaran TKD dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 sebesar Rp 649,99 triliun. Jumlah itu berkurang Rp 269 triliun dibanding alokasi dalam APBN 2025 sebesar Rp 919,87 triliun.
Sherly menambahkan, berdasarkan penjelasan Menkeu Purbaya, pemangkasan TKD dilakukan untuk direalokasi ke kementerian dan lembaga, yang nantinya akan menyalurkan kembali dana tersebut ke daerah. Namun, mekanisme dan besaran penyaluran ulang tersebut masih belum jelas.
“Kami semua tidak setuju karena di daerah masih ada beban besar, seperti pembayaran gaji Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) dan janji pembangunan infrastruktur," ucapnya.
"Dengan pemotongan yang rata-rata mencapai 20%–30% di tingkat provinsi, bahkan hingga 60%–70% di beberapa kabupaten, tentu sangat berat bagi daerah,” pungkasnya. (H-4)