
Kementerian ESDM sedang meminta data terkait penjualan dari badan usaha SPBU swasta. Hal ini menjadi langkah untuk mengatasi stok BBM di SPBU swasta yang mengalami kekurangan.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sudah mempersilakan badan usaha SPBU swasta membeli pasokan BBM dari PT Pertamina (Persero) jika pasokan kurang.
“Kami masih minta data ini nih, lagi mau bikin surat nih, minta data ke badan usaha swasta, berapa sih (penjualan) dan spesifikasi apa sih yang diinginkan,” kata Dirjen Migas Kementerian ESDM, La Ode Sulaiman, ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Rabu (10/9).
Terkait permintaan data tersebut, La Ode memberi tenggat waktu selama satu minggu kepada badan usaha SPBU swasta. Karena data belum ada, La Ode juga belum bisa memberi detail berapa volume BBM yang dibutuhkan oleh badan usaha SPBU swasta.
Nantinya, data tersebut akan diserahkan kepada Kementerian ESDM untuk kemudian dikoordinasikan dengan Pertamina. Selain itu, La Ode juga menuturkan belum ada pembicaraan mengenai opsi impor tambahan yang dilakukan oleh badan usaha SPBU swasta.
“Belum ada arah ke situ (penambahan impor oleh badan usaha SPBU swasta) betul (beli dari Pertamina dulu),” ujarnya.
Meski begitu ia tak menutup kemungkinan terkait adanya opsi impor yang dilakukan melalui Pertamina.
“Makanya kita tunggu data biar tahu apakah Pertaminanya butuh tambahan atau tidak. Kan gini, ada tambahannya dari SPBU swasta, kita tugaskan Pertamina satu pintu. Kita minta datanya, begitu dapat data, kita kasih tau Pertamina, (misal) kata Pertamina, oh ternyata perlu tambahan nih, kami harus impor tambahan berarti ini,” kata La Ode.

Terkait harga pembelian oleh badan usaha SPBU swasta kepada Pertamina, La Ode juga menjelaskan ia belum bisa memastikan apakah harga yang ditawarkan sama seperti ketika badan usaha SPBU swasta melakukan impor mandiri atau harganya bisa lebih dari itu.
“Nggak ada seperti itu, bisnis to bisnis aja. Kita nggak bicara lebih mahal atau lebih murah. Bisnis to bisnis kan harus ada keuntungan dari masing-masing badan usaha yang beroperasi,” ujar La Ode.
Sebelumnya, Bahlil menyebutkan, badan usaha swasta seperti Shell Indonesia dan BP-AKR mendapatkan tambahan kuota impor 10 persen dari total alokasi pada tahun 2024. Dia mencontohkan, jika perusahaan mendapatkan kuota 1 juta kiloliter pada 2024, maka kuotanya naik menjadi 1,1 juta kiloliter tahun ini.
Namun jika pasokannya masih kurang, dia mengimbau badan usaha swasta untuk membeli BBM ke Pertamina, alih-alih meminta tambahan impor karena akan memengaruhi neraca perdagangan Indonesia.
Alokasi impor BBM untuk badan usaha swasta, kata Bahlil, ditetapkan untuk setahun namun izinnya diberikan dan dievaluasi setiap 6 bulan.
Dia menyebutkan, kebijakan pembelian pasokan BBM Pertamina oleh swasta diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres). Namun, dia tidak merinci lebih lanjut apakah ada batasan atau persyaratan tertentu terkait kebijakan tersebut.