
PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) mencatat pendapatan konsolidasian tumbuh 5 persen menjadi USD 1,9 miliar atau sekitar Rp 31,26 triliun (asumsi kurs Rp 16.456), naik dari USD 1,8 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Namun di sisi lain, laba bersih terkoreksi 39 persen menjadi USD 144 juta atau sebesar Rp 2,36 triliun serta lifting migas anjlok 22 persen year on year (yoy).
Direktur Komersial PGN, Aldiansyah Idham, menjelaskan penurunan produksi migas tidak lepas dari faktor teknis di lapangan.
“Volume lifting migas tercatat mengalami penurunan terutama karena penurunan produksi akibat natural decline,” jelas Aldiansyah ketika Public Expose 2025 secara daring, Rabu (10/9).
Kata Aldiansyah, penurunan lifting juga dipicu keterlambatan pengeboran sumur baru di Blok Pangkah yang dikelola anak usaha perseroan, PT Saka Energi Indonesia.

Akibatnya, capaian lifting migas paruh pertama tahun ini hanya 16.774 barrel oil equivalent per day (BOEPD), merosot 22 persen dari 21.408 BOEPD pada periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, dari sisi niaga gas, perseroan mencatat pertumbuhan positif. Direktur Keuangan PGN, Fadjar Harianto Widodo, menyebutkan peningkatan pendapatan terutama ditopang kenaikan volume penjualan gas.
"Beban pokok pendapatan juga naik 13 persen menjadi USD 1,6 miliar, terutama dari pembelian LNG. Ini menekan laba bruto maupun laba operasi,” ucap Fadjar.
Pada semester I 2025, segmen niaga gas tumbuh 13 persen yoy seiring meningkatnya serapan regasifikasi LNG dari pelanggan non-HGBT (harga gas bumi tertentu).
Namun, kenaikan biaya pembelian LNG membuat laba operasi hanya bertahan di USD 240 juta. Kondisi ini diperburuk oleh rugi selisih kurs akibat penguatan rupiah terhadap dolar AS.
Per 30 Juni 2025, total aset PGN mencapai USD 6,4 miliar, dengan liabilitas USD 2,95 miliar dan ekuitas USD 3,5 miliar. Arus kas operasi dinilai masih positif sebesar USD 335 juta, sedangkan saldo kas perusahaan tercatat USD 1,5 miliar.
Untuk belanja modal (capital expenditure/capex), PGN mengalokasikan USD 94 juta pada semester I 2025, mayoritas untuk pengembangan segmen hilir.