Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengusulkan laporan keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) dibuat seperti data harian di era pandemi COVID-19.
“Kami harapkan mungkin nanti kita akan berkoordinasi dengan badan komunikasi pemerintah kalau perlu misalnya ada update harian atau mingguan atau bulanan yang seperti dulu kita lakukan pada saat COVID itu kita bisa lakukan,” ujar Budi usai rapat koordinasi (rakor) soal MBG di Gedung Kementerian Kesehatan Jakarta, Kamis (2/10/2025).
Budi menambahkan, rakor kali ini memang membicarakan soal standarisasi laporan dan angka-angka terkait MBG.
“Tadi yang kita bicarakan khususnya dari pengawasan adalah kita ingin melakukan standarisasi dari laporan dan angka-angka. Tadi sudah disetujui bahwa kita akan menggunakan angka sistem laporan yang sekarang sudah terjalin untuk keracunan pangan dari puskesmas, Dinas Kesehatan, dan Kementerian Kesehatan,” ujar Budi.
“Angka-angka itu setiap hari ada, setiap minggu ada, dan nanti angkanya akan dikonsolidasikan bersama antara Kemenkes dan BGN,” tambahnya.
Sementara ini, pendataan keracunan MBG dilakukan dengan sistem yang ada, alur pelaporannya sudah dibangun dari level puskesmas ke atas.
“Dari sisi angka-angka keracunan yang terjadi, kita sudah sepakat menggunakan sistem yang ada sekarang yang sudah dibangun laporannya dari level puskesmas ke atas,” ucapnya.
Atur 3 Sertifikat SPPG
Hal lain yang dibicarakan dalam rakor ini adalah soal sertifikasi terkait standar minimum dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Pemerintah akan mewajibkan tiga sertifikat dimiliki SPPG yakni, Sertifikasi Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS), Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP), dan sertifikasi halal.
“Kita juga sudah menyepakati tadi bahwa BGN akan mewajibkan Sertifikasi Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) dari Kemenkes. Kemudian ada satu lagi yang proses HACCP, yaitu untuk prosesnya terutama terkait dengan standar gizi dan manajemen risikonya. Kemudian juga nanti ada sertifikasi dari Halal.”
“Nah ketiga proses sertifikasi ini akan ditambah satu lagi, rekognisi dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Jadi Kementerian Kesehatan dan BPOM dan BGN nanti akan bekerja sama untuk melakukan sertifikasi,” jelas Budi.
Budi dan badan terkait sudah membahas bagaimana akselerasi penerbitan sertifikat agar prosesnya lebih cepat tapi kualitasnya tetap baik. Serta tidak ada biaya yang terlalu mahal.
Bangun Sistem Pengawasan Komprehensif
Sejak rakor pada Minggu (28/9) Budi sudah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Kemudian pada Senin (29/9) ia mengumpulkan seluruh kepala daerah dan kepala dinas kesehatan untuk mendiskusikan bagaimana cara membangun sistem pengawasan yang komprehensif.
“Nah tadi juga sudah setuju di meeting bahwa pengawasan itu secara internal akan dilakukan oleh BGN setiap hari. Kita akan membangun checklist apa saja yang mesti diawasi. Contohnya itu kan ada bahan baku yang kita pakai. Apakah bahannya memang kualitasnya bagus atau tidak itu dibicarakan.”
Kualitas bahan baku menjadi hal yang tak boleh luput dari perhatian, begitu pula kualitas air yang sangat penting untuk menentukan apakah nanti makanan yang disajikan itu baik atau tidak.
“Itu juga nanti akan dilakukan proses pengawasannya on daily basis oleh BGN.”
Sementara, peran Kemenkes dan BPOM adalah melakukan pengawasan berlapis. Yakni pengawasan eksternal kepada para SPPG satu minggu sekali.
“Jadi nanti Kemenkes kemudian Kemendagri karena aparatnya ada di bawah Pemda dan BPOM akan membantu BGN yang melakukan pengawasan internal setiap hari, kita lapis dengan pengawasan eksternal setiap minggu,” kata Budi.