
PERISTIWA ambruknya bangunan musala di Pondok Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo, menjadi pengingat penting tentang perlunya kepatuhan terhadap peraturan teknis bangunan gedung, terutama bagi fasilitas yang digunakan masyarakat luas.
Dalam kacamata sipil, Dosen Teknik Sipil dan Lingkungan UGM, Ashar Saputra, mengatakan bangunan publik sepatutnya memiliki kinerja yang sudah diatur dalam peraturan.
“Untuk memastikan kinerja itu tercapai, terdapat sejumlah tahapan yang harus dipenuhi, termasuk proses perizinan melalui Persetujuan Bangunan Gedung (PBG),” kata Ashar di UGM, Selasa (7/10).
Peraturan Pemerintah tentang Bangunan
Ia mengingatkan, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2021 tentang Bangunan Gedung, termasuk juga PBG. Peraturan pemerintah itu, katanya mengatur dan menetapkan serangkaian tahapan evaluasi mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga fungsi bangunan.
Ketika proses itu dilewati, katanya, maka tidak ada yang memeriksa struktur dan kekuatan bangunan dengan sesuai. Akibatnya, kinerja bangunan bisa jauh dari standar keselamatan yang seharusnya.
“Sayangnya, banyak lembaga pendidikan dan pondok pesantren yang mendirikan bangunan tanpa melewati tahapan ini,” ujarnya.
Masih dalam Konstruksi
Dari pengamatannya melalui liputan pemberitaan di berbagai media, Ashar menilai kemungkinan besar bangunan musala runtuh karena masih berada dalam proses konstruksi dan sudah digunakan untuk aktivitas lain.
Menurutnya, kondisi tersebut sangat berisiko karena struktur bangunan belum sepenuhnya stabil. Ia menduga proses pengecoran belum sempurna dan bangunan masih membutuhkan penopang.
Penambahan Lantai
Selain itu, faktor lain yang mungkin memperburuk kondisi adalah penambahan lantai bangunan tanpa perhitungan ulang struktur. Ashar menjelaskan bahwa bangunan yang awalnya dirancang satu lantai tentu tidak bisa menanggung beban tambahan begitu saja.
“Bangunan yang tadinya hanya satu lantai kemudian ditambah-tambah tentu saja kapasitasnya tidak mampu,” katanya.
Soal pilihan penggunaan struktur beton maupun baja, menurut Ashar, keduanya bisa digunakan asal memenuhi target kinerja struktur sesuai standar teknis. Namun, ia mengakui material baja memiliki keunggulan dari sisi konsistensi mutu karena diproduksi secara industri dan terstandarisasi.
“Keduanya tetap sah digunakan asalkan perencanaannya tepat dan pengawasannya benar,” ujarnya.
Roadmap Evaluasi Bangunan Pendidikan
Di samping itu, Ashar menilai penting adanya langkah bersama dalam menyusun roadmap evaluasi bangunan pendidikan dan pesantren. Walaupun, hal itu tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat.
Ashar menyebutkan roadmap tersebut perlu disusun bersama antara Kementerian Agama, kementerian teknis, hingga Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.
“Kemudian mungkin organisasi kemasyarakatan yang menaungi pondok pesantren itu,” tuturnya.
Ia juga mengingatkan bahwa jasa pondok pesantren dalam mencerdaskan bangsa sangat besar sehingga keselamatan para santri menjadi prioritas utama. Terlebih bangunan pesantren berisiko tinggi karena menampung banyak orang
Ashar menegaskan bahwa kejadian itu, terlebih aspek keselamatan, tidak boleh dianggap takdir, melainkan dapat dicegah melalui perencanaan dan pengawasan yang baik. (AU/E-4)