
DIREKTORAT Pengembangan Masyarakat Agromaritim (DPMA) IPB University menyelenggarakan kegiatan "Pelatihan Teknik Pengolahan Produk Turunan Komoditas Unggulan" sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas petani desa binaan.
Kegiatan ini dilaksanakan di Kabupaten Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. Pelatihan bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan praktis kepada petani mengenai teknik pengolahan produk komoditas unggulan melalui pendekatan agromaritim yang berkelanjutan.
Dosen IPB University yang sehari-hari aktif membina banyak pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), Dr Tjahja Muhandri, hadir sebagai ahli dan narasumber utama.
Kegiatan diikuti oleh kelompok petani dari Desa Pakecen, Karangjengkol, dan sekitarnya. Materi mencakup teknik pengelolaan produk pascapanen, pemilihan jenis produk pengolahan yang tepat, teknik pengolahan produk turunan, hingga teknik penyimpanan produk olahan.
Kegiatan pelatihan di Kabupaten Purbalingga ini berfokus pada pengolahan serbuk gula kelapa, dengan materi yang mencakup pengolahan produk segar menjadi dry food, proses pengeringan gula, hingga pembuatan gula cair.
Dalam paparannya, Tjahja menekankan pentingnya inovasi dalam pengolahan hasil pertanian. Petani, sebutnya, perlu memahami rantai nilai dari hulu ke hilir.
"Dengan teknik yang tepat, produk lokal seperti singkong, pisang, atau cabai bisa diolah menjadi produk bernilai tambah seperti keripik, pasta, atau bumbu instan. Ini bukan hanya soal teknologi, tapi juga soal strategi pemasaran dan keberlanjutan," ujar Tjahja.
Direktur PMA IPB University Handian Purwawangsa, menyampaikan bahwa pelatihan ini merupakan bagian dari strategi agromaritim IPB dalam memperkuat ketahanan pangan dan ekonomi desa.
"Kami percaya bahwa dengan sinergi dan pendampingan yang tepat, potensi lokal bisa menjadi kekuatan nasional," tuturnya.
Pelatihan ini juga dihadiri oleh Gunardi selaku tokoh pengusaha gula semut yang memberikan motivasi serta dukungan nyata pada peserta. Ia juga berkontribusi dengan menyerahkan 1.300 bibit kelapa genjah entok untuk ditanam di lahan percontohan sekitar Balai Desa.
Bibit tersebut berasal dari pohon induk unggul di daerah Lidik, Soma Gede, dan diharapkan dapat mulai berbuah dalam kurun waktu 3–4 tahun.
"Kelapa itu banyak sekali manfaatnya. Bisa jadi wahana rekreasi anak sekolah, untuk belajar menanam, belajar deres, belajar panen. Kalau pohon kelapa hilang, penderes pun ikut hilang," tambahnya.
Ia juga menyoroti potensi besar gula semut sebagai komoditas ekspor. "Di Amerika dan Eropa, orang sudah beralih dari gula pasir ke gula semut karena dianggap lebih sehat. Harga gula semut bisa mencapai Rp50.000 per kilogram di luar negeri. Jadi, para penderes di sini harus dilestarikan," tegasnya.
Saat ini, ia rutin mengekspor dua kontainer gula kelapa per bulan dan tengah menjalin kerja sama dengan mitra Amerika untuk target ekspor hingga 115 ton per bulan.
Dengan semangat kolaboratif dan antusiasme peserta, pelatihan ini menjadi bukti nyata bahwa transformasi desa bukan sekadar wacana, melainkan gerakan menuju kemandirian dan kesejahteraan masyarakat. (Z-1)