Liputan6.com, Jakarta - Paparan radiasi menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari yang sulit dihindari. Mulai dari sinar matahari, penggunaan ponsel, hingga pemeriksaan medis dengan sinar-X, tubuh manusia hampir selalu bersinggungan dengan radiasi.
Meski demikian, tidak semua paparan radiasi tergolong aman, terlebih bila menyangkut radiasi pengion yang berpotensi merusak DNA.
Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA) menjelaskan bahwa radiasi pengion memiliki energi yang cukup untuk memengaruhi atom dalam sel hidup. Dampaknya, radiasi bisa merusak materi genetik atau DNA.
Untungnya, tubuh memiliki mekanisme alami untuk memperbaiki kerusakan tersebut. Namun, jika perbaikan gagal, sel dapat mati atau berubah menjadi sel abnormal yang berpotensi berkembang menjadi kanker.
Paparan radiasi terbagi menjadi dua kategori besar, yakni radiasi tingkat tinggi dan tingkat rendah. Radiasi tingkat tinggi biasanya terjadi dalam kondisi ekstrem, seperti ledakan nuklir atau kecelakaan saat menangani sumber radiasi yang kuat.
Kondisi ini dapat menimbulkan masalah serius, termasuk luka bakar pada kulit, kerusakan organ, hingga sindrom radiasi akut atau radiation sickness.
Radiasi Tingkat Rendah dan Risiko Kanker
Sindrom radiasi akut muncul ketika tubuh menerima radiasi sangat tinggi dalam waktu singkat, lebih dari 0,72 gray (75 rad). Jumlah ini setara dengan paparan radiasi dari 18.000 kali rontgen dada yang mengenai seluruh tubuh dalam waktu bersamaan.
Gejalanya bisa muncul dalam hitungan jam, mulai dari mual, muntah, hingga kelelahan ekstrem. "Jika kerusakan sel akibat radiasi terjadi secara luas, tubuh bisa mengalami gagal organ dan berujung pada kematian," dilansir dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC).
Sementara itu, radiasi tingkat rendah seperti dari lingkungan, peralatan medis, atau industri, tidak langsung menimbulkan dampak kesehatan. Namun, paparan ini tetap menjadi faktor risiko kanker dalam jangka panjang.
Penelitian terhadap penyintas bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, serta para pekerja industri radiasi, menunjukkan adanya peningkatan risiko kanker seiring dengan besarnya dosis radiasi yang diterima tubuh. Semakin besar dosis, semakin tinggi pula risikonya.
Dosis radiasi diukur dalam satuan millisievert (mSv). Paparan hingga 100 mSv ke seluruh tubuh biasanya tidak menimbulkan risiko nyata.
Namun, risiko kecil bagi individu tetap bisa menjadi ancaman besar jika terjadi pada skala populasi. Karena itu, EPA menetapkan batas regulasi paparan radiasi jauh di bawah angka tersebut demi melindungi masyarakat.
Bagaimana Radiasi Merusak DNA?
CDC menegaskan bahwa DNA merupakan target utama radiasi, sama halnya dengan racun atau zat berbahaya lainnya. Radiasi dapat merusak DNA secara langsung dengan memutus ikatan genetik. Selain itu, radiasi juga bisa merusak secara tidak langsung dengan memecah molekul air di sekitar DNA.
Pecahan molekul air menghasilkan ion serta zat tidak stabil yang dapat menyerang sel dan organ. Akibatnya, ada tiga kemungkinan yang terjadi:
- Sel berhasil memperbaiki diri dan kembali normal.
- Kerusakan tidak diperbaiki dengan benar, sehingga sel berubah menjadi sel abnormal dan berpotensi menjadi kanker.
- Sel mengalami kerusakan parah dan akhirnya mati.
Jika jumlah sel yang mati hanya sedikit, tubuh masih bisa pulih. Namun, bila kerusakan terjadi secara luas akibat paparan dosis tinggi, organ tubuh dapat gagal berfungsi. Inilah yang membuat radiasi tingkat tinggi begitu berbahaya.
Perlindungan dari Paparan Radiasi
Meski radiasi tidak bisa sepenuhnya dihindari, ada langkah pencegahan untuk meminimalkan risikonya. Penggunaan alat pelindung di fasilitas medis dan industri menjadi salah satu cara penting. Selain itu, regulasi ketat mengenai penggunaan sumber radiasi juga diterapkan untuk melindungi masyarakat.
EPA menekankan bahwa kesadaran masyarakat tentang bahaya radiasi sangat penting. "Radiasi dalam jumlah besar jelas berbahaya. Tetapi dengan regulasi yang tepat dan pemantauan berkelanjutan, risiko paparan jangka panjang bisa diminimalkan," tulis EPA dalam situs resminya.