Liputan6.com, Jakarta Rafael Leao sedang berada di titik krusial dalam kariernya. Di jeda internasional kali ini, pemain asal Portugal itu menjadi bahan pembicaraan, baik di Milanello maupun di media Italia. Performa yang belum stabil memunculkan satu pertanyaan besar: kapan Leao akan benar-benar berubah dari pemain yang menawan menjadi pemain yang mematikan?
Massimiliano Allegri tahu betul nilai seorang Leao. Ia bukan hanya pemain dengan gaji tertinggi di skuad AC Milan, tetapi juga proyek utama sang pelatih untuk membangun kembali kekuatan Rossoneri. Namun, ekspektasi besar datang dengan tekanan besar pula. Di laga kontra Juventus yang berakhir 0-0, Leao memang sempat menciptakan peluang, tapi publik lebih menyoroti kegagalannya mencetak gol dibanding kontribusinya dalam membangun serangan.
Bagi jurnalis Franco Ordine dari Corriere dello Sport, yang dibutuhkan Leao saat ini bukan sekadar kebugaran atau adaptasi dengan peran barunya, melainkan obsesi. Ia menulis bahwa Leao harus mengubah kesenangannya bermain bola menjadi obsesi mencetak gol, sesuatu yang akan menentukan nasibnya sebagai penyerang top.
Dari Dribbling Indah ke Ketajaman Mematikan
Ordine menjelaskan bahwa sejak Leao tiba di Milanello, Allegri sudah memberinya misi khusus. “Segera setelah dia tiba di Milanello, Max Allegri mempercayakan kepadanya peran wakil kapten dan memberinya misi: menjadi penyerang yang menentukan dalam hal gol, bukan hanya dribel dan permainan untuk para penikmat halus,” tulisnya.
Peran baru sebagai penyerang tengah masih terasa asing bagi Leao. Sebelum cedera otot yang dialaminya pada 17 Agustus lalu di San Siro, dalam laga Coppa Italia melawan Bari, ia sempat mencetak satu-satunya gol musim ini lewat sundulan hasil umpan Fikayo Tomori. Kini, setelah kembali ke lapangan, Allegri menuntutnya untuk lebih tajam, lebih kejam, dan lebih haus gol.
Di Turin, Leao sebenarnya mendapat dua peluang emas. Satu datang dari posisinya yang ideal di kotak penalti, satu lagi dari umpan menembus ruang yang dikirim Luka Modric—sebuah skenario yang menuntut insting seorang nomor 9 sejati. Namun, keduanya gagal berbuah gol. Hasil imbang tanpa gol itu membuat semua mata kembali tertuju pada Leao: pemain yang tampak siap, tapi belum sepenuhnya berubah.
Saatnya Jatuh Cinta pada “Leao yang Baru”
Kemarahan kecil Allegri saat menarik Leao keluar di pertandingan itu menggambarkan situasi sebenarnya. “Komentar Max saat Leao bersiap untuk diganti sangat berarti: ‘Rafa, jangan buat aku kesal.’ Di situ terlihat bahwa Leao tidak menahan diri; dia terlibat dalam permainan, bahkan menunjukkan semangat, dan sempat melakukan tembakan dari tengah lapangan yang ajaib,” tulis Ordine.
Allegri tahu potensi besar yang dimiliki anak asuhnya. Ia sering mengingatkan dalam latihan: “Rafa, tendang lebih keras.” Itu bukan sekadar perintah teknis, melainkan dorongan untuk menumbuhkan naluri pembunuh di depan gawang. Selama ini, Leao lebih dikenal karena keindahan geraknya—dribel yang memukau, sentuhan yang halus, dan gaya bermain yang estetis. Namun, Milan kini menuntut sesuatu yang lebih konkret: gol.
Leao sedang belajar mencintai versinya yang baru—lebih dingin, lebih tajam, dan lebih berbahaya. Ketika ia akhirnya bisa menyalurkan bakat seninya menjadi naluri mematikan di depan gawang, bukan tak mungkin publik akan menyaksikan kelahiran Leao yang sesungguhnya: pemain yang tak hanya bermain dengan indah, tapi hidup dari obsesinya mencetak gol.
Sumber: Corriere dello Sport, Sempre Milan