Liputan6.com, Jakarta Setiap beberapa bulan, sepak bola Italia selalu punya headline favorit, “Inter Milan dalam krisis.” Skenario itu seolah sudah menjadi tradisi lama di klub biru-hitam tersebut. Satu kekalahan, satu cedera, atau satu pergantian pelatih saja cukup untuk memicu kepanikan dan spekulasi. Inter dianggap selesai, Inter is finita!
Namun, kenyataan kali ini berjalan berbeda. Setelah kepergian Simone Inzaghi dan awal musim yang goyah, banyak yang kembali mencoret Inter dari daftar kandidat juara. Akan tetapi, beberapa pekan terakhir membuktikan sebaliknya.Di bawah arahan Cristian Chivu, klub yang “sedang bertransisi” itu justru menjelma menjadi salah satu tim paling disiplin dan konsisten di Eropa.
Kemenangan 4–1 atas Cremonese di San Siro bukan cuma bermakna tiga poin, melainkan pernyataan bahwa Inter telah menemukan kembali identitas, struktur, dan ketangguhannya. Dari tim yang sempat dianggap tenggelam, kini mereka tampil sebagai kapal yang berlayar di perairan tenang dengan arah yang jelas.
Inter 4–1 Cremonese: Titik Balik yang Nyata
Pertandingan itu berjalan satu arah. Lautaro Martinez membuka skor, tetapi malam di San Siro sesungguhnya milik Ange-Yoan Bonny. Pemain muda asal Prancis itu mencatatkan gol dan assist dalam penampilan perdananya sebagai starter.
Federico Dimarco menjadi mesin di sisi kiri, sementara Nicolo Barella menutup laga dengan tendangan keras dari lini tengah yang menegaskan dominasi Inter. Gol hiburan dari mantan striker Inter, Bonazzoli, tak banyak mengubah cerita: ini adalah performa paling komplet Nerazzurri musim ini.
Sejak kekalahan terakhir dari Juventus, Inter telah mencetak 13 gol dan hanya kebobolan dua. Mereka bermain dengan keseimbangan, keyakinan, dan tujuan yang jelas.
Gazzetta dello Sport menulis, “Il manifesto di come l’Inter si sia lasciata alle spalle il ‘Mar di Inzaghi’ per iniziare a solcare onde diverse.”
Dalam terjemahan bebas: Inter telah meninggalkan badai era Inzaghi untuk berlayar di perairan yang lebih tenang dan kuat.
Data pun mendukung. Chivu telah merotasi 22 pemain dalam delapan pertandingan, membangun kedalaman dan rasa percaya di seluruh skuad. Keputusan yang menunjukkan keyakinan, bukan kepanikan. Kini, permainan Inter terasa terkoordinasi, kolektif, dan terkendali — seperti proyek yang dipimpin oleh seorang pemimpin sejati.
Krisis Bagi yang Lain, Keteguhan Bagi Inter
Saat Inter tampak semakin solid, para rival tradisional justru terjebak dalam lingkaran frustrasi. Juventus, klub yang kerap mendapat perlindungan dari sebagian media Italia, tampil mengecewakan.Lima hasil imbang beruntun, termasuk 0–0 membosankan melawan AC Milan yang bahkan gagal mengeksekusi penalti, membuat mereka terlihat datar dan kehilangan arah.
Mereka kini berjuang sekadar untuk lolos dari fase liga Liga Champions, sesuatu yang dulunya terasa otomatis bagi Juve.Sementara itu, Inter mencatat lima kemenangan beruntun di semua kompetisi, naik ke posisi ketiga Serie A, dan kembali menunjukkan tanda-tanda sebagai penantang gelar sejati.
Cremonese datang ke San Siro dengan status tak terkalahkan dan ambisi besar. Mereka pulang dengan kepala tertunduk, dihajar oleh tim yang lebih fokus dan efisien.Kontradiksi antara presisi Inter dan stagnasi Juve mencerminkan suasana Serie A saat ini: klub yang dikira krisis justru tumbuh, sedangkan “raksasa stabil” malah lumpuh oleh kebingungan sendiri.
Efek Chivu: Kepemimpinan Tenang, Komando yang Jelas
Kenaikan Cristian Chivu ke kursi pelatih utama mungkin mengejutkan banyak pihak, tetapi sebenarnya tidak seharusnya. Ia membawa nilai-nilai yang sama seperti saat masih bermain: kerendahan hati, disiplin, dan kecerdasan taktis.
Di bawah ar...