Padahal, panel WTO pada 26 September 2025 telah memutuskan memenangkan Indonesia dalam kasus bea masuk imbalan (countervailing duties/CVD) biodiesel.
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menilai banding yang diajukan UE tidak relevan. Apalagi saat ini Badan Banding WTO tidak berfungsi akibat blokade Amerika Serikat terhadap pengisian keanggotaan. Kondisi tersebut membuat banding UE hanya akan masuk ke 'ruang kosong' atau appeal into the void.
“Keputusan UE untuk mengajukan banding terhadap putusan Panel Sengketa DS618 tidak relevan. Proses pengambilan keputusan panel telah dilakukan sesuai prosedur, serta dipimpin panelis berpengalaman dan kredibel. Langkah banding ini kurang sejalan dengan semangat penguatan hubungan ekonomi,” kata Budi melalui keterangan tertulis, dikutip pada Sabtu (4/10).
Budi mengakui banding adalah hak prosedural setiap anggota WTO. Namun, ia memandang langkah UE sebagai upaya mengulur waktu dan tidak sejalan dengan semangat fair trade.
“Karena itu, Indonesia mendorong UE untuk bekerja sama secara konstruktif, mengadopsi putusan panel, serta turut mengatasi kelumpuhan sistem penyelesaian sengketa WTO. Selanjutnya, Indonesia akan mengambil langkah strategis untuk mengamankan dan memperluas akses pasar biodiesel ke UE,” jelas Budi.
Sengketa ini bermula sejak November 2019, ketika UE menuduh Indonesia memberikan subsidi ilegal yang dianggap merugikan industri biodiesel Eropa. Atas dasar itu, UE mengenakan bea masuk imbalan 8-18 persen untuk produk biodiesel asal Indonesia.
Indonesia kemudian menggugat kebijakan tersebut melalui mekanisme sengketa WTO pada Agustus 2023. Setelah melalui proses dua tahun, Panel WTO memutuskan pada Agustus 2025 bahwa Indonesia menang dalam kasus DS618.