Liputan6.com, Jakarta - Ranti turun dari mobil bersama Bian, yang mengenakan topi untuk menyembunyikan identitasnya. Tapi suasana langsung tegang—Ranti menepis tangan Bian yang terus mencoba menggenggamnya.
Dengan nada kesal, Ranti berkata tajam, “Katanya gak butuh uang, tapi sekarang malah maksa minta?!” Wajahnya penuh kecewa dan marah.
Saat mereka berjalan menuju ruang ATM, tiba-tiba Reza muncul. Ia turun dari mobil dan memanggil Ranti. Mendengar suaranya, Ranti langsung menoleh dan spontan berteriak, “Tolong!!” Bian terkejut, refleks mencengkram lengan Ranti lebih keras.
Melihat itu, Reza langsung berlari menghampiri dan menerjang Bian. Ia mencengkram Bian dengan emosi membara, siap melayangkan pukulan. Namun, saat wajah Bian terlihat jelas, Reza terpaku. Matanya membelalak. “...Bian?” katanya pelan, setengah tak percaya.
Mirsa Mencari Ibunya
Sementara itu, Mirsa baru pulang ke rumah dan langsung mencari ibunya. Tak lama kemudian, ia mengajak Desi untuk bertemu dengan Reza di luar. Saat bertatap muka, Reza menyapa Desi dengan anggukan sopan. Tapi Desi hanya membalas dengan tatapan dingin.
Mirsa berusaha mencairkan suasana, mengucapkan terima kasih kepada Reza sambil melirik ibunya—berharap Desi juga ikut mengapresiasi. Namun Desi dengan dingin hanya berkata, “Itu memang tugas Reza, sebagai pemilik perusahaan. Wajar aja kalau dia bela karyawannya.” Setelah itu, ia masuk ke rumah tanpa menoleh lagi.
Mirsa merasa tak enak dan buru-buru meminta maaf atas sikap ibunya. Tapi Reza hanya tersenyum kecil, “Nggak apa-apa, aku ngerti kok.”
Keesokan paginya, Mirsa naik angkot seperti biasa. Tapi ia mulai merasa ada yang aneh. Ketika ada penumpang yang ingin naik, sopir angkot malah tidak berhenti. Awalnya Mirsa mencoba berpikir positif—mungkin sopirnya tidak melihat. Tapi rasa curiga muncul saat angkot itu membelok ke arah yang bukan jalurnya. Bukan ke rute biasa.
Hati Mirsa mulai diliputi rasa takut.
Di tempat lain, Radit sedang dalam perjalanan menuju kantor. Tak sengaja, ia melihat angkot yang ditumpangi Mirsa melaju kencang dan mencurigakan. Dengan sigap, Radit berdiri di tengah jalan dan berteriak menyuruh angkot itu berhenti. Sopir angkot terkejut, tapi bukannya berhenti, malah makin menambah kecepatan.
Sementara itu, Karina sedang mengantar Akira. Saat melewati jalan itu, Karina melihat Radit bersama Mirsa dari kejauhan. Rahangnya mengeras, tangannya terkepal. Tapi kemudian, ia menoleh ke arah Akira yang sedang duduk diam dan tertunduk.
“Eh, itu mobil temen kamu ya?” tanya Akira polos, menunjuk ke arah angkot.
Karina hanya bisa menjawab, “Udah lewat...” Tapi Akira sempat melihat lebih jelas. Wajahnya berubah.
“Papa…”