KELUARGA Besar Universitas Islam Indonesia (UII) mendesak Kepolisian Daerah Jawa Timur membebaskan aktivis Kamisan Muhammad Fakhrurrozi atau disapa Paul. Desakan itu muncul dalam pernyataan bersama dan aksi solidaritas untuk Paul dan aktivis lainnya yang ditangkap polisi dan menjalani tahanan.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Aksi yang melibatkan ratusan mahasiswa, akademisi, aktivis, dan novelis di selasar Auditorium Prof. Kahar Mudzakir UII pada Senin, 6 Oktober 2025. Pengajar University of Melbourne Vedi R.Hadiz dan novelis Okky Madasari berorasi menuntut pembebasan Paul.
Kepala Pusat Studi Agama dan Demokrasi,Masduki mengatakan selain menutut pembebasan Paul, Keluarga Besar UII juga mengecam berbagai tindakan represif aparat kepolisian karena menangkap aktivis secara sewenang-wenang, mengkriminalisasi suara kritis, dan memberangus kebebasan berpendapat yang bertantangan dengam semangat Reformasi 1998.
UII, kata Masduki, juga mendesak kepolisian transparan dalam memproses hukum Paul, memberikan akses bagi keluarga, dan kuasa hukum bertemu Paul. "Kami juga menuntut polisi menghentikan segala bentuk perburuan aktivis dengan dalih mencari aktor intelektual dalam demonstrasi berujung kerusuhan," kata Masduki, Senin, 6 Oktober 2025.
Selanjutnya, UII menuntut pemerintah menegakkan HAM secara konsisten dan menghentikan pelanggaran hak konstitusional warga sipil seperti kebebasan berpendapat, berkumpul, dan berorganisasi. UII juga mendesak presiden membentuk tim reformasi kepolisian Indonesia dengan melibatkan masyarakat sipil, akademisi, dan tokoh publik yang berintegritas untuk memastikan akuntabilitas institusi kepolisian.
Polisi menetapkan Paul sebagai tersangka dengan tuduhan pasal penghasutan dan pengeroyokan pada demonstrasi akhir Agustus yang berujung kerusuhan di Kediri, Jawa Timur. Penyidik mencecar Paul dengan 91 pertanyaan, di antaranya soal peran Paul dalam Komite Politik. Komite itu sebuah gerakan pendidikan politik progresif yang kerap melontarkan kritik terhadap pemerintah. Paul kini mendekam di rumah tahanan Polda Jatim.
Selama sepekan lebih di rutan, keluarga dan kuasa hukum Paul menyatakan kesulitan menemui Paul. Anggota keluarga Paul dan kuasa hukumnya dari Lembaga Bantuan Hukum Surabaya menyatakan terjadi pembatasan kunjungan. Adik Paul, Alhilal Muzakkir misalnya hanya bisa menemui Paul sekali. Alhilal hanya bisa berbicara sekitar 15 menit saat Paul sampai di Polda Jatim pada hari penangkapannya. "Selebihnya saya hanya boleh berpapasan dan komunikasi lewat ponsel polisi," kata Alhilal.
Paul punya rekam jejak aktivisme yang panjang. Dia pernah menjadi Direktur Klinik Advokasi dan Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, magang di LBH Jakarta, inisiator dapur umum Solidaritas Pangan Yogyakarta saat Pandemi Covid-19, inisiator Festival Keadilan di 17 kota di Jawa.
Lelaki 27 tahun itu juga pernah menjadi koordinator pameran tentang Munir, inisiator konser musik untuk kemanusiaan, inisiator festival literasi di 20 kota di Jawa, koordinator pesantren Ramadhan: Islam, Anak Muda, dan Palestina, dan koordinator pameran surat cinta untuk polisi. Paul merupakan alumnus Fakultas Hukum UII, lulus pada 2021.
Berbagai aksi solidaritas mendukung pembebasan Paul terus mengalir. Dukungan sebelumnya datang dari akademisi, aktivis, mahasiswa, jurnalis, penulis, musisi, dan seniman. Aksi solidaritas itu diwujudkan melalui berbagai demonstrasi Aliansi Jogja Memanggil, aksi Kamisan, pengajuan surat penangguhan penahanan.
Deretan nama yang mengajukan penangguhan penahanan di antaranya pengamat politik Rocky Gerung, pengajar University of Melbourne Vedi R.Hadiz, pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Busyro Muqoddas, dosen Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar, Rektor Universitas Indonesia Fathul Wahid, Direktur Pusat Studi Agama dan Demokrasi UII Masduki, mantan Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki, dosen UII Eko Riyadi, anggota Serikat Pekerja Kampus Abdul Mughis, dan Feri Amsari dosen Universitas Andalas.