Liputan6.com, Jakarta Sakit gigi yang selama ini masih dianggap sepele ternyata bisa memicu berbagai penyakit serius, bahkan hingga penyakit jantung. Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi.
Ia mengingatkan bahwa gigi berlubang atau gusi yang terinfeksi bisa menjadi pintu masuk penyakit sistemik. Ini dikarenakan di bawah struktur gigi terdapat banyak pembuluh darah. Melalui lubang gigi bakteri dan virus akhirnya bisa masuk ke dalam pembuluh darah.
“Kalau ada gigi kita berlubang ataupun kemudian ada infeksi itu kan banyak mengandung bakteri, virus yang kemudian dengan mudah dia akan masuk ke dalam pembuluh darah kita. Nah kalau dia sudah masuk ke dalam pembuluh darah, dia bisa kemudian beredar di seluruh organ tubuh kita,” jelas Nadia dalam acara media briefing Hari Kesehatan Gigi Nasional 2025 pada Kamis, 11 September 2025.
Fakta tersebut diperkuat dengan data Survei Kesehatan Indonesia oleh Kemenkes. Sebanyak 57 persen penduduk Indonesia di atas usia 3 tahun mengalami masalah gigi dan mulut. Namun, hanya sekitar 11 persen yang mencari pengobatan.
Artinya, mayoritas masyarakat masih membiarkan sakit gigi tanpa penanganan medis. Kondisi ini berbahaya karena infeksi mulut bisa menyebar ke seluruh organ vital tubuh, bahkan membahayakan janin pada ibu hamil .
Mayoritas Orang Abai Periksa Gigi
Meski risiko penyakit sistemik mengintai, kepedulian masyarakat terhadap kesehatan gigi masih rendah. Banyak orang hanya datang ke fasilitas kesehatan saat rasa sakit tak tertahankan. Karena, menurut Nadia, masyarakat masih berpegang pada prinsip ‘kalau tidak sakit, tidak berobat’.
Lebih lanjut ia menjelaskan, alasan masyarakat tidak segara mencari pengobatan karena masalah gigi biasanya baru terasa sakit saat terjadi infeksi atau peradangan. Namun, setelah proses peradangan mereda, ditambah dengan konsumsi obat pereda nyeri, rasa sakit biasanya sudah tidak terasa lagi, sehingga mereka enggan berobat.
“Kalau tidak sakit kita tidak berobat, nah temasuk juga itu salah satu kepedulian kita (perhatian Kemenkes),” ujar Nadia.
Angka menunjukkan kenyataan pahit. Walaupun 94,7 persen orang Indonesia mengaku rutin sikat gigi, hanya sekitar 6 persen yang melakukannya dengan benar.
Selain itu, hanya 10,6 persen masyarakat yang mendapat akses perawatan gigi karena keterbatasan tenaga medis di puskesmas. Sekitar 26 persen puskesmas bahkan belum memiliki dokter gigi .
Data ini menjelaskan alasan rendahnya kualitas perawatan gigi bukan hanya soal kebiasaan masyarakat, tapi juga karena akses layanan kesehatan yang masih terbatas.
Cara Menyikat Gigi yang Benar
Kebiasaan menyikat gigi ternyata masih sering dilakukan dengan cara yang keliru. Di kesempatan yang sama, Ketua Umum Persatuan Dokter Gigi Indonesia, drg. Usman Sumantri, menjelaskan bahwa waktu dan teknik menyikat gigi sangat menentukan.
“Jadi memang tadi Dr. Nadia sudah sampaikan sekitar 2 menitan gitu ya. Jangan gosok-gosok, kemudian selesai,” kata Usman.
“Jadi dari berbagai sisi, biasanya dari sisi kiri, belakang, lalu ke bagian depan, tengah, lalu ke sisi kanan, terus dia muter ke atas, ke sisi kanan atas, lalu ke depan, dan ke kiri atas. Dan pada situasi selesai pada semua segmen, kemudian dikatupkan, lalu dilakukan roll penyikatan gigi,” tambahnya.
Ia menegaskan, menyikat gigi sebaiknya dilakukan sebelum berangkat sekolah atau bekerja, serta malam sebelum tidur. Data menunjukkan hanya 2,8 persen orang Indonesia yang menyikat gigi dengan benar pada waktu yang tepat.
Padahal, kebiasaan ini menjadi benteng utama mencegah gigi berlubang yang saat ini masih menjadi masalah kesehatan yang banyak dialami oleh anak usia sekolah .
Upaya Pemerintah Tangani Kasus
Pemerintah bersama Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) kini fokus pada upaya pencegahan. Program pemeriksaan gigi gratis, edukasi menyikat gigi sejak dini, serta pemberian fluoride topikal sedang digencarkan.
“Saat ini kita sudah mulai menerapkannya sebagai tindak lanjut daripada PKG, terutama anak-anak usia di bawah 12 tahun. Kalau ada karies, ditindaklanjuti dulu, kita obati, kemudian kita tatalaksana kariesnya. kalau tidak ada karies, bisa langsung diberikan aplikasi topical fluoride,” ujar dr. Nadia .
Sementara itu, Usman menekankan pentingnya pola hidup sehat, yaitu, kurangi konsumsi gula yang berlebihan, pemeriksaan gigi minimal 6 bulan sekali, dengan waktu yang tepat, sikat gigi yang benar.