Liputan6.com, Jakarta Data terbaru UNICEF menunjukkan bahwa sekitar satu dari sepuluh anak dan remaja berusia 5–19 tahun, atau setara dengan 188 juta orang, kini hidup dengan obesitas.
Dilansir dari BBC, angka ini menandai titik balik bersejarah karena untuk pertama kalinya jumlah anak obesitas melebihi anak dengan berat badan kurang.
UNICEF mendesak pemerintah di seluruh dunia untuk melindungi pola makan anak dari bahan berbahaya serta membatasi intervensi industri makanan ultra-proses dalam penyusunan kebijakan publik.
Direktur Eksekutif UNICEF, Catherine Russell, menegaskan bahwa obesitas pada anak adalah "kekhawatiran yang semakin besar” yang berdampak panjang pada kesehatan dan perkembangan.
Laporan tersebut juga memperingatkan bahwa jika tidak ada tindakan nyata, biaya ekonomi akibat obesitas bisa melonjak hingga USD 4 triliun per tahun pada 2035.
“Setiap anak harus memiliki akses terhadap makanan bergizi dan terjangkau untuk mendukung pertumbuhan mereka,” ujar Russell.
Perubahan Pola Makan Global
UNICEF menemukan pola makan tradisional yang biasanya kaya buah, sayur, dan protein kini banyak ditinggalkan.
Sebagai gantinya, anak-anak lebih sering mengonsumsi makanan ultra-proses yang tinggi gula, garam, lemak jenuh, serta zat aditif.
Kondisi ini membuat asupan energi berlebih, namun tidak diimbangi dengan nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan.
“Pergeseran inilah yang menjadi penyebab utama peningkatan obesitas di kalangan anak,” kata para peneliti dalam laporan.
Meningkatnya Kasus Obesitas
Studi UNICEF yang mengumpulkan data dari lebih 190 negara menemukan bahwa prevalensi anak usia 5–19 tahun dengan berat badan kurang menurun sejak 2000, dari 13% menjadi 9,2%.
Sebaliknya, angka obesitas naik tiga kali lipat, dari 3% menjadi 9,4%. Jika digabung dengan kelompok overweight, jumlahnya kini mencapai 391 juta anak dan remaja.
Russell menyebut kondisi ini sebagai double burden of malnutrition atau beban ganda malnutrisi, karena stunting dan obesitas bisa terjadi bersamaan dalam satu negara.
Risiko dan Tuntutan Kebijakan
Obesitas pada anak berhubungan erat dengan risiko penyakit serius di masa depan, termasuk diabetes tipe 2, penyakit jantung, dan kanker tertentu.
UNICEF menilai masalah ini bukan sekadar isu kesehatan, tetapi juga ekonomi. Dampak obesitas diperkirakan akan membebani dunia hingga triliunan dolar dalam dua dekade mendatang.
Karena itu, UNICEF menyerukan langkah tegas, seperti melarang makanan ultra-proses di kantin sekolah, mengenakan pajak pada produk tidak sehat, memperketat label makanan, hingga mencegah industri ikut campur dalam pembuatan kebijakan.