Liputan6.com, Jakarta Mendengar kata kanker payudara sering kali membuat perempuan merasa dunia seolah runtuh. Rasa takut, cemas, dan bingung akan masa depan kerap muncul seketika. Namun, dokter spesialis penyakit dalam konsultan onkologi Jeffry Beta Tenggara mengingatkan perempuan untuk tidak takut menjalani pengobatan kanker payudara.
"Jangan takut untuk berobat, kanker payudara ini kalau saya bilang adalah kanker dengan tipe pengobatan yang paling lengkap dibandingkan kanker yang lain," kata Jeffry.
Lebih lanjut, Jeffry menyebutkan pengobatan kanker payudara ada beragam 'senjata' mulai dari kemoterapi, terapi target, terapi anti-hormon, imunoterapi.
"Obatnya, 'senjatanya' itu paling lengkap," kata Jeffry di MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, Jakarta pada 30 September 2025.
Jeffry mengatakan pengobatan yang dijalani pasien kanker payudara stadium awal lebih mudah dan cepat selesai dibandingkan stadium lanjut.
"Kalau kita ketahui kanker payudara stadium awal itu lebih gampang, dan pengobatannya lebih cepat selesainya," kata Jeffry.
Misalnya saja pada seseorang yang didiagnosis kanker payudara stadium 2 her2 positif. Karena ditemukan pada stadium awal maka pengobatan yang dijalani bisa sekitar 1-2 tahun.
Beda Halnya dengan Kanker Payudara Stadium Lanjut
Sementara itu, pada kanker payudara yang ditemukan stadium lanjut, pengobatan lebih panjang.
"Kalau ketemunya (kanker payudara) sudah stadium lanjut dimana ada penyebaran itu (pengobatan) harus seumur hidup. Artinya menjadi lifetime treatment," kata Jeffry.
"Pengobatan itu bisa panjang sekali," tandasnya.
Deteksi Dini Kanker Payudara
Melihat potensi angka kesembuhan kanker payudara bila terdeteksi dini Jeffry pun mengingatkan perempuan untuk rutin melakukan skrining.
Bila menemukan adanya benjolan pada payudara maka perlu untuk melakukan pemeriksaan. Lalu, perempuan juga diminta untuk melakukan SADARI atau pemeriksaan payudara sendiri setiap bulan.
Lalu, bila sudah berusia di atas 40 tahun dan tidak memiliki risiko kanker payudara perlu melakukan pemeriksaan mammografi. Hingga kini, mammografi masih menjadi gold standar dalam skrining kanker payudara seperti disampaikan Kepala Departemen Radiologi MRCCC Siloam Hospitals Semanggi Jakarta, dr. Nina I.S.H. Supit, Sp.Rad(K)
"Akurasi mammografi bisa mencapai 98 persen. Ada kelainan halus seperti mikrokalsifikasi yang tidak bisa terlihat dengan USG atau MRI, tapi bisa sangat jelas pada mammogram,” kata Nina di kesempatan yang sama.
Sementara itu, pada perempuan yang berisiko tinggi kanker payudara harus lebih dini. Seseorang dikatakan berisiko tinggi kanker payudara bila memiliki ibu atau saudara dengan kanker payudara.
"Kami di sini, usia 35 tahun sudah bisa dilakukan skrining mammografi pada perempuan yang berisiku tinggi," kata Nina.