Liputan6.com, Jakarta Kebanyakan kasus kanker ovarium di Indonesia ditemukan sudah stadium lanjut yakni 3 dan 4. Pada stadium lanjut, angka kakambuhan kanker ovarium tinggi di tahun pertama menjalani pengobatan yakni operasi maupun kemoterapi.
Maka dari itu komitmen pasien kanker ovarium amat penting dalam rangkaian penanganan dan terapi seperti disampaikan kata dokter spesialis obstetri dan ginekologi konsultan onkologi Muhammad Yusuf.
"Risiko kekambuhan setelah kemoterapi awal pun sangat tinggi. Oleh karena itu, peningkatan kesadaran pasien terhadap proses pengobatan lanjutan sangatlah penting agar penanganan dapat dilakukan secara tepat," kata Yusuf dalam acara edukasi Mengenal Kanker Ovarium dan Terapi Inovatifnya.
Pada pasien yang terdeteksi kanker ovarium, setelah operasi perlu melakukan pemeriksaan HDR (Homologous Recombination Deficiency) dan BRCA (Breast Cancer gene 1 dan 2. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui terapi lanjutan yang tepat sesuai panduan internasional ESMO dan NCCN.
Kenapa penting periksa HDR?
Sekitar 50% pasien kanker ovarium stadium lanjut sendiri memiliki status HRD-positif, termasuk yang tidak memiliki mutasi BRCA. HRD adalah kondisi dimana tubuh tidak dapat memperbaiki kerusakan pada DNA. Hal tersebut menjadi penanda biologis (biomarker) penting untuk menentukan apakah kelayakan pasien menjalani maintenance therapy berbasis PARP (Poly ADP-Ribose Polymerase) inhibitor seperti Olaparib.
“Akses terhadap pemeriksaan HRD dan maintenance therapy bagi pasien kanker ovarium di Indonesia sangat penting," kata Medical Director AstraZeneca Indonesia, dokter Feddy.